Khitbah (lamaran)
Khitbah
adalah jalan pembuka menuju pernikahan. Boleh dibilang, khitbah merupakan
jenjang yang memisahkan antara pemberitahuan persetujuan seorang gadis yang
sedang dipinang oleh seorang pemuda dan pernikahannya. Keduanya sepakat untuk
menikah. Tapi, ini hanya sekadar janji untuk menikah yang tidak mengandung akad
nikah.
Batasan
Khitbah :
1.
Khitbah biasanya, peminangan seorang pria kepada wanita (tentunya kepada wali
wanita tersebut). seorang wanita juga bisa meminta kepada pria untuk dinikiahi.
Rasulullah
bersabda yang di riwayatkan oleh imam bukhari dan muslim. Yang artinya: telah
datang seorang prempuan kepada Rasulullah yang mana prempuan tersevut meminta
kepada nabi untuk menikahinya,sehingga nabi berdiri di sampingnya lama sekali,
ketika itu salah satu dari sahabat melihatnya dan beranggapan bahwa beliau
tidak berkehendak untuk menikahinya, maka sahabat tersebut berkata: nikahkan
saya ya Rasullah jikalau kamu tidak ada hajah(berkehendak) untuk
menginginkannya, maka berkata Rasulullah : apakah kamu punya punya sesuatu? dia
berkata tidak!, dan beliau berkata lagi buatlah cicin walaupun dari besi,
kemudian sahabat tersebut mencarinya dan tidak mendapatkan nya, kemudian beliau
bersabda : apakah kamu hafal beberapa surat dari alquran ?Dia menjawab
iya!surat ini dan ini,maka beliau bersabda : saya nikahkan kamu dengan nya
dengan apa yang kamu hafal dari alquran.”
Dari
kontek hadist di atas sudah jelas sekali bahwa di perbolehkan bagi perempuan
untuk meminta kepada seorang lelaki soleh yang bertaqwa dan berpegang teguh
terhadap Dinnya untuk meminangnya, jika lelaki tersebut ingin maka nikahi dan
jikalau tidak maka tolaklah, akan tetapi tidak di anjurkan untuk menolaknya
secara terang-terangan cukup diam dengan memberikan isyarat, untuk menjaga
kehormatan hati prempuan tersebut .
2.
Khitbah bukan menghalalkan segalanya Khitbah (tunangan) bukanlah syarat sahnya
nikah ,akad nikah tanpa khitbah tetap sah, akan tetapi khitbah suatu wasilah
untuk menuju ke jenjang pernikahan yang di perbolehkan .
Mari
kita simak syafi’iyah: khitbah adalah suatu yang di sunatkan dan di anjurkan
,dengan dalil fi’iliyah sebagai mana Rasulullah meminang aisyah binti abu bakar
ra. Dalam masa penantian sebelum resmi menikah, seorang lelaki dan perempuan
wajib menjaga kehormatan dirinya. Meskipun sudah melakukan khitbah atau
pertunangan, tetap saja keduanya belum dihalalkan untuk melakukan sesuatu yang
lazim dipraktekkan pasangan suami isteri. Dari sini, tidak dibenarkan bagi
kedua tunangan untuk melanggar batas-batas syariat, seperti percampuran dan
kencan. Ketentuan umum terkait aurat, ikhtilath/khalwat tetap menjadi larangan.
Untuk menghindari hal-hal sepertiini, solusi terbaik adalah tindakan preventif
dari hal-hal yang diharamkan Allah swt, termasuk menjaga jarak dengan calon
isteri atau suaminya sedini mungkin. Sebab, hubungan khatib (pelamar) dgn
makhtubahnya (perempuan yang dilamar) adalah hubungan yang paling rawan dan
berbahaya.
3.
Jangan berlama dalam masa khitbah Meski tidak ada nash khusus tentang batas
waktu masa khitbah, tapi dianjurkan menikah dan khitbah tidak terlalu lama.
Untuk menghindarkan fitnah dan berbagai potensi terjadinya kerusakan. Sesudah
khitbah (permohonan menikah) disetujui, sebaiknya keluarga kedua pihak
bermusyawarah mengenai kapan dan bagaimana walimah dilangsungkan.
“Dan
sesuatu yang mengantarkan kepada keharaman, haram pula hukumnya”
4.
Haram meminang pinangan saudaranya diriwayatkan oleh al-Bukhari bahwa Ibnu
‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma menuturkan: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang sebagian kalian membeli apa yang dibeli saudaranya, dan tidak boleh
pula seseorang meminang atas pinangan saudaranya hingga peminang sebelumnya
meninggalkannya atau peminang mengizinkan kepadanya”
Boleh
hukumnya mengkhitbah lewat SMS, karena ini termasuk mengkhitbah lewat tulisan
(kitabah) yang secara syar’i sama dengan khitbah lewat ucapan. Kaidah fikih
menyatakan : al-kitabah ka al-khithab (tulisan itu kedudukannya sama dengan
ucapan/lisan). (Wahbah Az-Zuhaili, Ushul Al-Fiqh Al-Islami, 2/860). Kaidah itu
berarti bahwa suatu pernyataan, akad, perjanjian, dan semisalnya, yang
berbentuk tulisan (kitabah) kekuatan hukumnya sama dengan apa yang diucapkan
dengan lisan (khithab).
Namun
setelah saya coba konsultasi dengan mas’ul, bila SMS ini juga sudah disetujui
oleh sang akhwat(wanita), maka haruslah setelah itu sang ikhwan(pria)
berkunjung bersama walinya ke orang tua akhwat tersebut. agar khitbahnya
menjadi sah.
Yang
perlu disadari, khitbah mirip jual beli, dalam masa tawar menawar bisa jadi,
bisa juga batal. Pembatalannya harus tetap sopan menurut aturan Islami, tidak
menyakiti hati dengan kata-kata yang kasar, tidak membicarakan aib yang sempat
diketahui dalam khitbah kepada orang lain. Namun sebagaimana jual beli harus
ada prinsip kedua belah pihak ridho. Khitbah baru bisa berlanjut ke pernikahan
jika kedua pihak ridho, jika salah satu membatalkan proses tawar menawar maka
pernikahan tak akan jadi. Kalaupun dibatalkan (meski mungkin menyakitkan),
harus ada alasan yang kuat untuk salah satu pihak membatalkan rencana nikah
yang sudah matang. Sebab Islam melarang ummatnya saling menyakiti tanpa alasan.
Jadi jika ada yang ragu (dengan alasan yang benar) sebelum menikah, sebaiknya
membatalkan sebelum terlanjur.
Nikah
Tidak ada satu nash pun baik dalam Al-Qur`an
maupun As-Sunnah yang menetapkan batasan waktu antara khitbah dan nikah. Baik
tempo minimal maupun maksimal. (Yahya Abdurrahman, Risalah Khitbah, hal. 77).
Dengan demikian, boleh saja jarak waktu antara khitbah dan nikah hanya beberapa
saat, katakanlah beberapa menit saja. Boleh pula jarak waktunya sampai hitungan
bulan atau tahun. Semuanya dibolehkan, selama jarak waktu tersebut disepakati
pihak laki-laki dan perempuan. Satu hari bisa jadi sudah deadline bagi
pria-wanita yang sudah sedemikian menggebunya hingga khawatir terjerumus kepada
dosa zina. Namun jika bisa merasa ‘aman’ dengan menunda beberapa waktu tidak
masalah.
Walimah
Wajib
mengadakan walimah setelah dhukul(bercampur), berdasarkan perintah Nabi saw.
kepada Abdurrahman bin ’Auf r.a. agar menyelenggarakan walimah sebagaimana
telah dijelaskan pada hadits berikut. Dari Buraidah bin Hushaib bertutur,
”Tatkala Ali melamar Fathimah r.anha, berkata, bahwa Rasulullah saw bersabda,
”Sesungguhnya pada perkawinan harus diadakan walimah.” (Shahih Jami’us Shaghir
no:2419 dan al-Fathur Rabbani XVI:205 no:175).
Beberapa
hal yang patut diperhatikan dalam penyelenggaraan walimah :
a.
HENDAKNYA walimah dilaksanakan dalam tiga hari, setelah dhukhul (bercampur),
karena perbuatan inilah yang dinukil dari Nabi saw. Anas r.a. bertutur, “Nabi
saw. menikahi Syafiyah dan menjadikan pemerdekaannya sebagai maharnya dan
mengadakan walimah selama tiga hari.” (Sanadnya Shahih: Adabuz Zifaf hal.74,
diriwayatkan Abu Ya’la dengan sanad hasan sebagaimana yang disebutkan dalam
Fathul Bari, IX:199 dan yang sema’na diriwayatkan Imam Bukhari sebagaimana yang
dijelaskan dalam Fathul Bari IX:224 no:1559. Demikian menurut Syaikh al-Albani.
b.
Mengundang orang-orang yang shalih baik fakir maupun kaya, karena Rasulullah
saw. bersabda, “Janganlah kamu bersahabat kecuali dengan orang mukmin. Dan
Jangan (pula) menyantap makananmu kecuali orang yang bertakwa.” (Hasan:
Shahihul Jami’us Shaghir no:7341, ‘Aunul Ma’bud XIII:178 no:4811 dan IV:27
no:2506).
c.
Hendaknya mengadakan walimah, dengan memotong seekor kambing atau lebih, bila
mampu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi saw. yang ditujukan kepada Abdurrahman
bin ’Auf r.a., ”Adakanlah walimah meski hanya dengan menyembelih seekor
kambing.” (Muttafaqun ’alaih). Dari Anas r.a. berkata, ”Aku tidak pernah
melihat Rasulullah saw. mengadakan walimah untuk pernikahan dengan seorang
wanita sebagaimana yang beliau adakan ketika kawin dengan Zainab dimana beliau
menyembelih seekor kambing.” (Muttafaqin ’alaih: Muslim II:1049 no:90 dan 1428,
dan lafadz ini baginya, Fathul Bari IX:237 no:5171, dan Ibnu Majah I:615
no:1908).
Boleh
menyelenggarakan acara walimah dengan hidangan yang mudah didapatkan walaupun
tanpa daging berdasarkan hadits Anas. Dari Anas r.a. berkata, ”Nabi saw. pernah
menginap tiga hari di suatu tempat antara Khabir dan Madinah untuk
menyelenggarakan perkawinan dengan Shafiyah binti Huyay. Kemudian aku
mengundang kaum muslimin untuk menghadiri walimah Beliau. Dan tidak didapatkan
dalam walimah tersebut ada roti ada daging, lalu diatasnya diletakkanlah korma
kering dan minyak samin. Sehingga hidangan itu menjadi walimah Beliau.”
(Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:224 no:1559 dan lafadz ini baginya, Imam
Bukhari, Muslim II:1043 no:1365 dan Nasa’i VI:134).
Tidak
boleh mengkhususkan undangan hanya untuk orang-orang kaya, tanpa orang-orang
miskin, Nabi saw bersabda, ”Seburuk-buruk hidangan ialah hidangan walimah.
Dimana orang yang berhak mendatanginya (orang yang berhak mendatanginya: orang
miskin) dilarang mengambilnya, sedangkan orang yang enggan mendatanginya (Orang
yang enggan mendatanginya: orang kaya (peng..)) diundang (agar memakannya). Dan
barangsiapa yang tidak memenuhi undangan, maka sungguh ia bermaksiat kepada
Allah dan Rasul-Nya.” (Muttafaqun ’alaih: Muslim II:1055 no:110/1432, dan
diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim juga dari Abu Hurairah secara mauquf
padanya bisa dilihat dalam Fathul Bari IX:244 no:5177).