Al kisah Pada suatu malam yang sangat dingin, Abu Nawas diundang oleh Raja Harun Ar-Rasyid untuk menemaninya mengobrol. Nah pada saat obrolan mereka tentang rasa dingin, tiba-tiba sanga raja bertanya kepada Abu Nawas,
"Wahai Abu Nawas, maukah engkau telanjang bulat di atas atap malam ini?"
"Tergantung imbalannya saja, Paduka," jawab Abu Nawas.
"Baiklah, engkau akan aku beri 500 dirham bila mau melaksanakannya," jelas raja.
Dengan imbalan sebesar itu, Abu Nawas segera saja mencopoti bajunya satu persatu mulai dari pakaian atas hingga pakaian bawah. Setelah seluruh bagian bajunya dilepas, selanjutnya Abu Nawas naik emnuju atas atap dan duduk-duduk di sana. Rasa dingin sangat menusuk kulit Abu Nawas semalaman, dan baru menjelang subuh Abu Nawas turun ke bawah.
"Wahai Paduka, mana uang yang Paduka janjikan kepadaku?" tanya Abu Nawas.
"Sabar dulu wahai Abu Nawas. Begini ya semalaman apa yang telah engkau lihat?" tanya raja.
"Hamba tidak melihat apa-apa Tuanku. Hanya seberkas cahaya yang nampak dari kejauhan saja," jawab Abu Nawas.
"Kalau begitu, engkau tidak berhak mendapatkan imbalan karena engkau telah dihangati oleh cahaya itu," ujar raja.
"Loh, bagaimana bisa begitu Paduka, hamba semalam hampir mati kedinginan kok," protes Abu Nawas.
Akan tetapi sang raja tidak mau mendengar protes dari Abu Nawas, bahkan sang raja menyuruh Abu Nawas untuk segera pulang ke rumahnya. Dengan perasaan yang masih kedinginan disertai rasa sedih, akhirnya Abu Nawas meninggalkan istana menuju rumahnya.
Dalam perjalanan, Abu Nawas berkata dalam hati,
"Bagaimana mungkin Baginda ini ingkar janji. Baiklah, aku harus mendapatkan hakku yang tadi."
Setelah selang beberapa hari, Abu Nawas menghadap Raja Harun Ar-Rasyid.
Abu Nawas mengundang rajanya untuk jamuan makan-makan di rumahnya. Raja Harun pun menerima undangan tersebut. Pagi-pagi sekali Abu Nawas sudah muncul di istana dengan tujuan menjemput rajanya bersama dengan rombongan kerajaan. Di tengah perjalanan, Abu Nawas minta izin kepada rajanya untuk mendahului mereka dengan alasan ada hal yang harus dikerjakan, terutama meyiapkan hal penyambutan meriah kepada rajanya, Tidak beberapa lama kemudian, Abu Nawas sudah berada di tempat pesta.
"Ayo, cepatlah dirikan kemah," teriak Abu Nawas kepada murid-muridnya.
Abu Nawas rupanya menyuruh murid-muridnya agar keadaan menjadi siap dalam penyambutan nanti. Ada pula yang menyalakan api di bawah poho besar. Kemudian ada periuk-periuk yang telah diisi dengan daging dan digantungkan di dahan-dahan pohon itu.
Setelah sejenak mengobrol, Abu Nawas mulai bercerita macam-macam agar rajanya menjadi senang. Karena keasyikan mengobrol itu, Raja Harun terlihat memegangi perut pertanda rasa lapar sudah menjaar di tubuhnya.
"Wahai Abu Nawas, mana makanannya?" tanya Raja.
"Sabar Baginda, apinya lamban sekali panasnya, padahal sejak dari tadi pagi dinyalakan," jawab Abu Nawas.
"Api jenis apa itu kok lamban sekali panasnya. Coba antar aku ke dapur," ujar Raja.
Setelah tiba di dapur, sang Raja merasa sangat heran karena ada api namun tidak ada makanan yang sedang di masak.
"mana makanannya?" tanya Raja.
"Itu baginda, ada di atas dahan pohon," jawab Abu Nawas sambil menunjuk pohon.
"Pantas saja, bagaimana mungkin bisa matang kalau yang dimasak di atas sana sedangkan apinya ada dibawah, terlalu jauh jaraknya," ujar Raja keheranan.
"Sama saja Baginda dengan kasusku beberapa hari yang lalu, bagaimana tubuhku ini dihangatkan oleh cahaya yang berada di kejauhan," Ucap Abu nawas menjelaskan.
Sang Raja Harun Ar-Rasyid langsung saja tertawa mendengar perkataan Abu Nawas tersebut. Ia kemudian memerintahkan salah seorang pengawalnya untuk memberikan hadiah berlipat 2 kali dari yang pernah ia janjikan kepada Abu Nawas.
wah dapat 1000 dirham..